Pertumbuhan ekonomi Indonesia selamanya kuat di tengah ketidakpastian suasana perekonomian global. Ke depan perkembangan ekonomi bakal di dukung oleh permintaan domestik, baik mengonsumsi swasta dan Pemerintah, maupun investasi. Dengan perkembangan tersebut, Bank Indonesia memprakirakan perkembangan ekonomi 2023 selamanya terhadap kisaran 4,5-5,3%.

Ekonomi Indonesia Tumbuh Konsisten

Dengan beraneka bauran kebijakan dan dukungan APBN, Indonesia terhitung berhasil hadapi tekanan cukup dalam akibat moderasi harga komoditas. Tercatat harga gas turun 38,8% (ytd), minyak mentah 10,3%, minyak sawit 12,3%, apalagi batu bara turun sampai 63,8%.

Hingga triwulan ke-3 th. 2023, ekonomi nasional secara kumulatif dapat tumbuh 5,05%. Konsistensi pertumbuhan ini berarti energi tahan dan kinerja perekonomian Indonesia yang lebih baik dibandingkan banyak negara lain.

Resiliensi ini keluar dari pertumbuhan keinginan domestik dan supply yang tercatat tetap kuat sampai triwulan 3-2023. Konsumsi rumah tangga tumbuh 4,9% (ytd) dan investasi 4,2% (ytd). Sedangkan ekspor tumbuh tidak tebal 1,1% (ytd) dan impor melemah -2,0% (ytd) imbas pelemahan ekonomi global.

Sementara sisi produksi terhitung tunjukkan pertumbuhan yang cukup baik. Sektor transportasi, akomodasi makan minum, dan infokom jadi sektor bersama pertumbuhan tertinggi. Sektor pertambangan terhitung dapat tumbuh 5,7% di sedang moderasi harga komoditas global.

Inflasi Indonesia terhitung terselesaikan di level 2,61% (yoy) per Desember 2023. Jauh lebih rendah dibandingkan proyeksi 2023 yang sebesar 3,6%. Inflasi volatile food yang jadi kontributor utama inflasi layaknya beras, cabai, dan bawang putih terhitung jadi tunjukkan tren mengalami penurunan di Desember 2023.

Walaupun ekspor dan impor condong berada di zona negatif sejak awal 2023 akibat melemahnya perekonomian global, khususnya negara-negara mitra dagang utama Indonesia. Namun, neraca perdagangan Indonesia masih menunjukkan kinerja positif dan mencatatkan surplus 43 bulan berturut-turut. Secara kumulatif, neraca perdagangan Januari sampai November 2023 mencapai 33,63 miliar dolar Amerika Serikat.

Keyakinan Pasar Semakin Menguat

Sementara di sektor keuangan, di sedang tekanan suku bunga yang tetap amat tinggi di 2023 meskipun inflasi world mereda, nilai rubah rupiah mampu terjaga baik dan pasar SBN mengalami tren inflow serta penurunan yield.

Pasar SBN mengalami inflow sampai Rp8,75 triliun per Desember 2023. Capaian berikut mendorong yield berada terhadap tren penurunan di dalam 2 bulan terakhir. Yield SBN 10 tahun membaik, turun jadi 6,74% per 13 Desember 2023. Adapun rata-rata tertimbang Yield SBN 10 tahun sebesar 6,68% (ytd). Sekitar nyaris 100 basis poin lebih rendah berasal dari analisis APBN 2023 yang 7,9%. Capaian apik ini berlangsung terhadap selagi suku bunga di Amerika Serikat naik 500 basis point di atas 5% oleh The Fed.

Laju Ekonomi Tertata

lebih lanjut, laju ekonomi domestik masih terlampau resilien yang ditunjukkan bersama beragam indikator. Aktivitas memproduksi masih lumayan kuat tercermin berasal dari PMI Manufaktur Indonesia yang konsisten ekspansif menggapai 52,2. Konsumsi listrik tumbuh tinggi 14% untuk usaha dan 6,7% untuk industri. Dari sisi konsumsi, Indeks Keyakinan Konsumen masih terjaga lumayan tinggi menggapai 123,6. Sementara Indeks Penjualan Riil tumbuh positif menggapai 2,9%.

Laju pertumbuhan ekonomi yang relatif kuat mampu menaikkan kesejahteraan masyarakat. Tercatat tingkat pengangguran terbuka mampu ditekan ke level 5,32% per Agustus 2023 berasal dari periode serupa di tahun di awalnya yang sebesar 5,86%.

Penguatan pemulihan ekonomi serta beragam program perlinsos juga mampu turunkan tingkat kemiskinan berasal dari 9,54% per Maret 2022 jadi 9,36% di 2023 lebih rendah lebih-lebih berasal dari jaman pra covid 2019 yang sebesar 9,41%.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meyakini perekonomian Indonesia 2023 tumbuh di kisaran 5%. Didukung realisasi beraneka indikator yang lebih baik berasal dari yang diperkirakan sebelumnya. Proyeksi perkembangan ekonomi berikut termasuk sejalan dengan prediksi IMF, Bank Dunia, dan konsensus Bloomberg.

R